Bersyukur atas Segala Nikmat-Nya


 

Berbicara tentang syukur, terkadang teringat satu kalimat dalam lagunya D’Masiv, “Syukuri apa yang ada, hidup adalah anugrah”. Nikmat kehidupan yang diberikan oleh Allah adalah salah satu anugrah terbesar yang diberikan oleh Allah untuk hamba-hamba-Nya.

Sebuah kesempatan bagi seorang hamba untuk selalu memperbaiki diri agar lebih baik dari pada hari yang kemarin. Dengan banyaknya kenikmatan yang Allah berikan kepada hamba-Nya, lantas bagaimana cara kita mensyukurinya? Apakah cukup hanya mengucapkan lafal hamdalah saja?

Sebelum menjawab pertanyaan di atas, alangkah baiknya kita uraikan terlebih dahulu apa makna dari kata “syukur”. Menurut Syaikh Ali Ash-Shabuni dalam kitabnya Rawai’ul Bayan fi Tafsir Ayatil Ahkam, ia menuturkan bahwa syukur adalah mengakui kenikmatan dengan disertai sikap pengagungan. Rasa syukur tersebut dapat terwujud dengan dua cara: Pertama, mengakui kenikmatan dengan memuji Sang Pemberi nikmat (Allah). Dan yang kedua, menggunakan segala nikmat Allah dalam hal yang diridhai-Nya. Yaitu dengan menggunakan pendengaran, penglihatan, dan seluruh indera sesuai tujuan ia diciptakan.

Dari pengertian syukur yang telah dipaparkan oleh Syaikh Ali Ash-Shabuni di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa syukur adalah menggunakan setiap kenikmatan untuk berbuat ketaatan kepada Allah swt sesuai dengan tujuan diadakannya nikmat tersebut.

Macam-macam Syukur

Karena syukur tidak hanya dengan satu cara saja, maka beberapa ulama telah membagi syukur ke dalam beberapa bagian. Diantara ulama yang telah menuliskan seluk-beluk tentang rasa syukur ialah Ibnu Qudamah Al-Maqdisi. Dalam karyanya yang telah dikenal luas di kalangan kaum Muslimin yaitu Mukhtashar Minhajul Qashidin, ia menyebutkan bahwa perwujudan rasa syukur ada tiga macam. Perwujudan itu ada yang berupa perbuatan hati, lisan, dan anggota badan.

Syukur dengan hati dapat diwujudkan dengan kengininan yang baik pada suatu amal dan berusaha menyembunyikannya dari seluruh makhluk.

Adapun syukur dengan lisan dapat diwujudkan dengan melafalkan kalimat tahmid, “Alhamdulillah”.

Sedangkan syukur yang sifatnya aggota badan, hal itu dapat diwujudkan dengan menggunakan setiap nikmat Allah swt. untuk melaksanakan ketaatan kepada-Nya dan menjauhi perbuatan maksiat.

Maka barangsiapa yang memiliki nikmat melihat dengan kedua matanya, hendaklah ia menggunakannya untuk melihat hal-hal yang diridhai oleh Allah. Begitu juga dengan orang yang diberi kenikmatan oleh Allah berupa pendengaran dengan kedua matanya, hendaknya ia tidak menggunakannya untuk mendengarkan hal-hal yang dilarang oleh Allah untuk didengarkan.

Sudahkah kita bersyukur?

Terkadang, sesorang yang sedang berada pada fase yang tidak ia inginkan merasa mendapat cobaan yang ia tidak sanggupi. Merasa bahwa Allah Sang Pencipta Segalanya tidaklah adil. Padahal tidak demikian, Allah lah Yang Maha Adil. Allah memberi nikmat dan ujian kepada hambanya sesuai kadar kemampuan sesorang.

Sesorang yang memiliki harta kekayaan tak terhingga jumlahnya, bisa jadi Allah uji dia dengan ketidak tenangan di dalam rumah tangganya. Seseorang yang memiliki ketenangan di dalam rumah tangganya, bisa jadi Allah uji dia dengan susahnya mencari nafkah.

Setiap makhluk diberi nikmat oleh Allah sesuai dengan kepantasannya. Barang siapa yang selalu bersyukur, maka Allah akan memberi tambahan nikmat dan ketenangan untuk hamba-Nya. Dan barang siapa yang kufur, maka Allah mengancamnya dengan azab yang pedih.

Sudahkah kita bersyukur?

 


 Oleh: Muhammad Rasyid Ridho


Sumber:

Muhammad Ali Ash-Shabuni. Rawai’ul Bayan fi Tafsir Ayatil Ahkam minal Qur’an. Damaskus: Maktabah Al-Ghazali

Ibnu Qudamah Al-Maqdisi. Mukhtashar Minhajil Qashidin. Kairo: Dar Ibnul Jauzi

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Forum Aktivis Rohis

MENUJU ZONA NYAMAN

Kamu Istimewa. Stop Insecure Pada Diri Sendiri, Ya!